Menguji Ketahanan Bangsa: Evaluasi Sistem Bela Negara di Tengah Badai Ancaman Global
Dunia kini bukan lagi panggung pertarungan antar-negara dengan kekuatan militer semata. Lanskap ancaman telah berevolusi, menjadi lebih kompleks, multidimensional, dan seringkali tidak kasat mata. Dari serangan siber yang melumpuhkan infrastruktur vital, pandemi yang menghentikan denyut nadi ekonomi global, hingga polarisasi ideologi yang merobek kohesi sosial—ancaman-ancaman ini menuntut setiap bangsa untuk meninjau ulang dan memperkuat sistem pertahanannya. Di Indonesia, Sistem Bela Negara (SBN) hadir sebagai pondasi ketahanan bangsa. Namun, seberapa relevan dan adaptifkah SBN kita dalam menghadapi "badai" ancaman global kontemporer ini?
Transformasi Ancaman: Dari Fisik ke Digital dan Ideologi
Ancaman global modern tidak lagi melulu tentang invasi militer. Kita diserang dari berbagai lini:
- Ancaman Siber: Serangan ransomware, pencurian data pribadi dan negara, hingga propaganda daring yang memecah belah. Ini adalah medan perang baru yang tak mengenal batas geografis.
- Ancaman Biologis/Pandemi: COVID-19 adalah bukti nyata bagaimana virus tak kasat mata mampu melumpuhkan sistem kesehatan, ekonomi, dan sosial seluruh dunia.
- Ancaman Ekonomi: Perang dagang, krisis energi, atau bahkan manipulasi pasar global dapat meruntuhkan stabilitas sebuah negara.
- Ancaman Ideologi dan Disinformasi: Penyebaran hoaks, ujaran kebencian, radikalisme, dan ideologi transnasional dapat mengikis Pancasila sebagai dasar negara, memecah belah persatuan, dan menciptakan krisis kepercayaan.
- Ancaman Lingkungan: Krisis iklim, bencana alam, dan kelangkaan sumber daya esensial mengancam keberlanjutan hidup dan kesejahteraan.
Ancaman-ancaman ini bersifat asimetris, lintas batas, dan menuntut respons yang tidak hanya mengandalkan kekuatan militer, tetapi juga kecerdasan kolektif, adaptasi teknologi, dan ketahanan mental-ideologi masyarakat.
Sistem Bela Negara: Pilar Pertahanan yang Berubah Bentuk
Secara konstitusional, Bela Negara adalah hak dan kewajiban setiap warga negara. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menegaskan bahwa pertahanan negara diselenggarakan melalui Sistem Pertahanan Semesta (Sishanta) yang melibatkan seluruh rakyat, wilayah, dan sumber daya nasional. SBN di Indonesia mencakup:
- Pendidikan Kewarganegaraan: Menanamkan nilai-nilai Pancasila dan cinta tanah air sejak dini.
- Pelatihan Dasar Kemiliteran: Bagi komponen cadangan dan warga negara yang memenuhi syarat.
- Pengabdian Sesuai Profesi: Setiap warga negara berkontribusi sesuai bidang keahliannya.
- Kesadaran dan Partisipasi Publik: Keterlibatan aktif masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban.
Namun, di tengah gelombang ancaman global yang baru, sejauh mana SBN kita telah beradaptasi?
Tantangan dan Kelemahan SBN di Era Kontemporer:
- Paradigma Lama: SBN seringkali masih terlalu berfokus pada ancaman militer konvensional, kurang adaptif terhadap ancaman siber, biologi, atau ideologi.
- Minimnya Partisipasi Aktif dan Kesadaran Publik: Konsep Bela Negara masih sering diartikan sempit sebagai pelatihan militer atau baris-berbaris. Kesadaran untuk berpartisipasi dalam menjaga keamanan siber, melawan hoaks, atau berkontribusi dalam mitigasi bencana masih perlu ditingkatkan secara masif.
- Kesenjangan Teknologi: Keterbatasan dalam pengembangan dan pemanfaatan teknologi pertahanan siber, intelijen data, dan infrastruktur digital untuk mendukung SBN.
- Koordinasi Lintas Sektor yang Belum Optimal: Bela Negara memerlukan sinergi kuat antara pemerintah (militer, kepolisian, kementerian terkait), swasta, akademisi, dan masyarakat. Koordinasi yang masih bersifat sektoral dapat menjadi hambatan.
- Ancaman Ideologi yang Terabaikan: Penguatan nilai-nilai Pancasila dan literasi digital untuk menangkal radikalisme dan disinformasi belum menjadi prioritas utama dalam implementasi SBN.
Membangun Fondasi Baru: Rekomendasi untuk SBN yang Adaptif
Agar SBN dapat menjadi benteng kokoh di tengah badai ancaman global, beberapa transformasi krusial perlu dilakukan:
-
Reorientasi Kurikulum dan Pendekatan:
- Inklusi Literasi Digital dan Siber: Pendidikan Bela Negara harus mencakup kesadaran ancaman siber, etika digital, dan kemampuan dasar pertahanan siber bagi setiap warga negara.
- Pendidikan Ketahanan Ideologi: Penguatan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika melalui metode yang menarik dan relevan bagi generasi muda, untuk membentengi dari ideologi transnasional dan polarisasi.
- Edukasi Mitigasi Bencana dan Lingkungan: Mempersiapkan masyarakat untuk menghadapi krisis iklim dan bencana alam sebagai bagian dari Bela Negara.
-
Pemanfaatan Teknologi Cerdas:
- Investasi dalam teknologi pertahanan siber, kecerdasan buatan (AI) untuk analisis data ancaman, dan platform komunikasi yang aman.
- Pengembangan "citizen-science" atau platform partisipasi publik berbasis teknologi untuk deteksi dini ancaman.
-
Sinergi Pentahelix yang Kuat:
- Mendorong kolaborasi erat antara pemerintah, akademisi, sektor bisnis (khususnya industri teknologi), komunitas, dan media dalam merumuskan dan mengimplementasikan program Bela Negara.
- Membuat mekanisme koordinasi yang efektif untuk respons cepat terhadap ancaman multidimensional.
-
Peningkatan Partisipasi Publik yang Inklusif:
- Mengkampanyekan Bela Negara dengan narasi yang lebih luas dan relevan: dari menjaga kebersihan lingkungan, berkontribusi dalam inovasi, menjadi whistleblower hoaks, hingga menjadi relawan kemanusiaan.
- Menciptakan program-program Bela Negara yang menarik bagi berbagai kelompok usia dan profesi, bukan hanya bersifat militeristik.
-
Penguatan Regulasi dan Kebijakan:
- Meninjau ulang regulasi terkait Bela Negara agar lebih responsif terhadap ancaman non-militer.
- Mengalokasikan anggaran yang memadai untuk pengembangan teknologi dan program edukasi Bela Negara.
Kesimpulan: Bela Negara sebagai Investasi Masa Depan
Bela Negara bukanlah sekadar kewajiban, melainkan investasi kolektif dalam menjaga keberlanjutan bangsa. Di tengah badai ancaman global yang terus bergolak, Sistem Bela Negara harus berevolusi menjadi lebih adaptif, inklusif, dan berbasis kecerdasan kolektif. Transformasi ini menuntut kesadaran dari setiap elemen masyarakat, bahwa menjaga negara adalah tugas bersama yang tak lekang oleh waktu, namun selalu berubah bentuk sesuai tantangan zamannya. Hanya dengan SBN yang tangguh dan adaptif, Indonesia dapat mengarungi lautan ancaman global dan keluar sebagai bangsa yang lebih kuat dan berdaulat.











