Melangkah Maju: Kebijakan Terbaru Indonesia Menuju Ketahanan Iklim dan Ekonomi Hijau
Perubahan iklim bukan lagi ancaman di masa depan, melainkan realitas yang dampaknya sudah kita rasakan. Gelombang panas ekstrem, banjir bandang, kekeringan berkepanjangan, hingga kenaikan permukaan air laut menjadi pengingat nyata betapa mendesaknya tindakan kolektif. Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang melimpah, sekaligus salah satu paru-paru dunia, memiliki peran krusial dan kerentanan yang tinggi terhadap krisis iklim ini.
Menyadari urgensi tersebut, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah signifikan dan progresif melalui serangkaian kebijakan terbaru yang berani dan komprehensif. Bukan hanya sekadar janji, tetapi diterjemahkan dalam regulasi dan program nyata untuk mitigasi (pengurangan emisi) dan adaptasi (penyesuaian diri terhadap dampak).
1. Ambisi yang Diperbarui: Peningkatan Target NDC (Nationally Determined Contribution)
Salah satu pilar utama komitmen Indonesia adalah melalui NDC, dokumen yang berisi target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK). Indonesia telah memperbarui NDC-nya (Enhanced NDC) dengan target yang lebih ambisius. Pada dokumen NDC terbaru yang diserahkan ke UNFCCC, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi GRK sebesar:
- 31,89% tanpa syarat (unconditional) dengan upaya sendiri.
- 43,20% bersyarat (conditional) dengan dukungan internasional.
Peningkatan target ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam berkontribusi pada upaya global menahan laju pemanasan bumi di bawah 1,5 derajat Celsius, dibandingkan target sebelumnya yang sebesar 29% (unconditional) dan 41% (conditional). Sektor yang menjadi fokus utama dalam target ini meliputi kehutanan, energi, limbah, pertanian, dan proses industri.
2. Terobosan Ekonomi: Implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK)
Kebijakan paling revolusioner adalah implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional. Perpres ini menjadi payung hukum bagi berbagai mekanisme yang mengintegrasikan aspek ekonomi dalam upaya penurunan emisi, meliputi:
- Perdagangan Karbon: Mekanisme jual beli izin emisi antar pelaku usaha, mendorong industri untuk mengurangi emisi agar dapat menjual kelebihan izinnya.
- Pembayaran Berbasis Kinerja (Result-Based Payment): Insentif finansial yang diberikan atas capaian penurunan emisi yang terukur, seringkali didanai oleh pihak internasional.
- Pungutan Karbon: Pajak atau retribusi yang dikenakan atas emisi karbon, untuk mendorong perubahan perilaku dan menyediakan dana bagi proyek-proyek hijau.
Implementasi NEK diharapkan dapat menciptakan insentif kuat bagi sektor swasta dan publik untuk berinvestasi dalam teknologi rendah karbon dan praktik berkelanjutan, menjadikan pengurangan emisi bukan lagi beban melainkan peluang ekonomi.
3. Jantung Mitigasi: FOLU Net Sink 2030
Indonesia menargetkan sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (Forestry and Other Land Use/FOLU) dapat mencapai Net Sink pada tahun 2030. Artinya, pada tahun tersebut, sektor FOLU Indonesia akan menyerap lebih banyak emisi karbon daripada yang dilepaskan. Strategi ini sangat ambisius mengingat Indonesia adalah negara tropis dengan tutupan hutan luas yang rentan terhadap deforestasi dan degradasi.
Upaya yang dilakukan meliputi:
- Pengurangan laju deforestasi dan degradasi hutan.
- Restorasi ekosistem gambut.
- Rehabilitasi hutan dan lahan.
- Pengelolaan hutan lestari.
- Pengembangan perhutanan sosial.
Target FOLU Net Sink 2030 menjadi tulang punggung dalam pencapaian NDC Indonesia, mengingat kontribusi besar sektor ini terhadap emisi GRK di masa lalu.
4. Transisi Energi yang Dipercepat
Sektor energi adalah penyumbang emisi GRK terbesar kedua di Indonesia. Pemerintah berkomitmen untuk mempercepat transisi dari energi fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT). Beberapa kebijakan penting meliputi:
- Pensiun Dini PLTU Batu Bara: Melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP), Indonesia menerima komitmen pendanaan sebesar US$20 miliar untuk mempercepat transisi energi dan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
- Pengembangan EBT: Peningkatan kapasitas pembangkit listrik berbasis surya, hidro, panas bumi, dan biomassa menjadi prioritas. Regulasi yang mendukung investasi EBT terus disempurnakan.
- Efisiensi Energi: Mendorong penggunaan energi yang lebih efisien di sektor industri, transportasi, dan rumah tangga.
5. Adaptasi dan Ketahanan Iklim: Membangun Resiliensi Komunitas
Selain mitigasi, pemerintah juga gencar dalam upaya adaptasi untuk melindungi masyarakat dari dampak perubahan iklim yang tak terhindarkan. Kebijakan ini mencakup:
- Penyusunan Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API): Sebagai panduan bagi pemerintah daerah dan sektor terkait.
- Pengembangan Sistem Peringatan Dini (Early Warning System): Untuk bencana hidrometeorologi seperti banjir dan kekeringan.
- Pembangunan Infrastruktur Berketahanan Iklim: Seperti tanggul laut, sistem drainase perkotaan yang lebih baik, dan irigasi yang efisien.
- Pengembangan Varietas Tanaman Pangan Tahan Iklim: Untuk menjaga ketahanan pangan di tengah perubahan pola cuaca.
- Pengelolaan Pesisir Terpadu: Melindungi ekosistem pesisir dan masyarakat dari kenaikan permukaan air laut.
Masa Depan Hijau: Kolaborasi adalah Kunci
Kebijakan-kebijakan terbaru ini menunjukkan arah yang jelas bahwa Indonesia serius dalam menanggulangi perubahan iklim. Namun, keberhasilan implementasinya tidak hanya bergantung pada pemerintah. Diperlukan kolaborasi erat antara pemerintah pusat dan daerah, sektor swasta, akademisi, organisasi masyarakat sipil, hingga setiap individu.
Investasi pada energi bersih, praktik pertanian berkelanjutan, pengelolaan limbah yang efektif, serta partisipasi aktif dalam program-program lingkungan adalah langkah nyata yang harus terus didorong. Dengan visi yang kuat dan aksi yang terpadu, Indonesia tidak hanya akan menjadi bagian dari solusi global, tetapi juga akan membangun masa depan yang lebih hijau, tangguh, dan berkelanjutan bagi generasi mendatang. Krisis iklim adalah tantangan besar, namun juga peluang untuk berinovasi dan membangun ekonomi yang lebih baik dan lestari.